Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur.
Jombang dikenal dengan sebutan Kota Santri.
Seperti dikutip dari Wikipedia, pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng.
Dalam logo Kabupaten Jombang, memang terdapat gerbang dan benteng yang melambangkan bahwa zaman dahulu Jombang adalah benteng Majapahit ( Mojopahit ) sebelah barat.
Hingga kini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung, Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah, Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng.
Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke-18.
Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Trowulan (pusat Kerajaan Majapahit), masuk dalam kawedanan ( onderdistrict afdeeling ) Jombang.
Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal dengan Garis Wallace, pernah mengunjungi dan bermalam di Jombang saat mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia.
Tahun 1910, Jombang memperoleh status kabupaten, memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto. Raden Adipati Arya Soeroadiningrat menjadi bupati pertama. Dia juga biasa disapa Kanjeng Sepuh atau Kanjeng Jimat. Dia juga merupakan keturunan ke-15 dari Prabu Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
Lantas, dari mana asal nama Jombang? Menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut di kalangan masyarakat Jombang, hal ini tak lepas dari sosok Kebo Kicak dan Surontanu.
Dalam cerita itu disebutkan, Kebo Kicak adalah seseorang yang dikutuk orangtuanya sehingga memiliki kepala kebo atau kerbau.
Setelah berkepala kerbau dengan tetap berbadan manusia, Kebo Kicak berguru kepada seorang kiai sakti mandraguna. Bertahun-tahun belajar pada kiai tersebut, Kebo Kicak menjadi orang soleh.
Lantas, siapa Surontanu? Konon, di sebuah kadipaten Kerajaan Majapahit yang kelak disebut Kabupaten Jombang, terdapat seorang perampok sakti bernama Surontanu. Dia adalah penjahat nomor satu dan paling ditakuti masyarakat sekitar Jombang. Tidak ada satu orang pun yang mampu menangkap Surontanu.
Alkisah, huru-hara di masyarakat didengar oleh Kebo Kicak. Atas perintah sang guru, Kebo Kicak turun gunung untuk menghentikan kejahatan Surontanu.
Setelah berpetualang beberapa hari, Kebo Kicak berhasil menemukan Surontanu. Tanpa panjang lebar, keduanya beradu kesaktian. Setelah bertarung beberapa lama, Surontanu terdesak. Dia melarikan diri hingga ke sebuah rawa yang terdapat banyak tanaman tebu. Dengan kesaktiannya, Surontanu berhasil masuk ke rawa tebu. Kebo Kicak menyusul masuk ke rawa yang sekarang terletak di wilayah Jombang.
Namun, Surontanu dan Kebo Kicak yang masuk ke dalam rawa tebu tidak pernah kembali lagi. Entah apa yang terjadi dengan mereka. Hingga sekarang, masyarakat tak menemukan jasad maupun makam mereka.
Ada versi lain terkait Kebo Kicak. Salah satu versinya mengisahkan bahwa Kebo Kicak adalah sosok kesatria. Dia mengobrak-abrik Kerajaan Majapahit untuk mencari ayah kandungnya yang bernama Patih Pangulang Jagad.
Setelah bertemu Patih Pangulang Jagad, Kebo Kicak diminta menunjukkan bukti bahwa dia benar-benar anak sang Patih. Cara membuktikannya tak mudah. Kebo Kicak diminta mengangkat batu hitam di Sungai Brantas. Dalam upayanya itu, Kebo Kicak harus berkelahi dengan Bajul Ijo.
Usaha Kebo Kicak membuahkan hasil. Setelah berhasil membuktikan bahwa dirinya anak kandung Patih Pangulang Jagad, Kebo Kicak diberi wewenang menjadi penguasa wilayah barat.
Ambisi kekuasaan yang tinggi membuat Kebo Kicak tak pernah puas. Dia bertarung dengan saudara seperguruannya, Surontanu, demi memperebutkan pusaka banteng milik Surontanu.
Konon, pertempuran kedua orang tersebut berlangsung amat dahsyat. Saat keduanya bertarung, muncul cahaya ijo (hijau) dan abang (merah). Dari penggabungan kata ijo dan abang tersebut muncul sebutan Jombang.
Kini, warna hijau dan merah tua begitu mencolok dalam logo Kabupaten Jombang. Warna dari perisai berarti perpaduan dua warna Jo dan Bang (ijo dan abang) sama dengan Jombang.
Warna hijau bermakna kesuburan, ketenangan, dan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sementara, warna merah berarti keberanian, dinamis dan kritis.
Tapi, ada pula yang menyebut ijo mewakili kaum santri (agamis), sementara abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen).
Sumber: Wikipedia, http://wiyonggoputih.blogspot.com, dan http://jombangkab.go.id (diolah dari berbagai sumber).
Add your Comment Hide comment