-->

Sejarah dan Asal Usul Kabupaten Blora


Sejarah dan Asal Usul Kabupaten Blora
Kabupaten Blora berasal dari kata "Belor", kemudian diucapkan oleh masyarakat Jawa "mbelor" dan sekarang menjadi Blora. Sedangkan menurut bahasa, Blora berasal dari dua kata, yaitu Wai dan Lorah. Wai mempunyai arti Air dan Lorah berarti Tanah atau Jurang. Perkembangan zaman membuat Wailorah berganti nama menjafi Bailorah dan terakhir menjadi BLORA.

Zaman dahulu, Blora merupakan bagian dari Pemerintahan Kadipaten Jipang dibawah pemerintahan Demak pada abad XVI. Pada saat itu, Adipati Jipang dibawah pimpinan Aryo Penangsang atau dikenal Aria Jipang. Tetapi setelah pemerintahan diwarisi oleh Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, Kerajaan Jipang berpindah ke Pajang. Kawasan kekuasaan Jipang meliputi Lasem, Blora, Pati dan Jipang,

Namun, Kerajaan Pajang tidak berlangsung lama, karena kerajaan tersebut direbut oleh Mataram dan berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora sendiri termasuk bagian dari wilayah Mataram bagian timur dan dikenal dengan Bang Wetan. Pada masa pemerintahan Paku Buwana I, Blora diberikan kepada anaknya Pangeran Blitar. Kemudian pada masa Mataram dipimpin Amangkurat IV tahun 1717-1727 M, Blora dibawah pemerintahan dari Amangkurat IV.

Ketika Kerajaan Mataram dipimpin oleh Paku Buwana II, terjadi pemberontakan oleh Mas Sahid beserta Mangku Bumi. Sehingga mere mampu menguasai Sukawati, Demak, Grobogan, Yogyakarta dan Blora, kemudian Mangku Bumi diangkat menjadi Raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675 oleh rakyatnya. Serta diangkat pula beberapa pejabat lain, seperti Wilatikta sebagai Bupati Blora.

Setelah itu, terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 atau dikenal dengan Palihan Negari atas dasar perang Mangku Bumi tersebut. Akhirnya perjanjian itu menyebutkan bahwa Mataram menjadi dua bagian, yaitu Kerajaan Yogyakarta dibawah pimpinan Sultan Hamengku Buwana I dan Kerajaan Surakarta di bawah pimpinan Paku Buwana I. Selain itu, Blora menjadi Kasunanan Surakarta di daerah Mancanegara Timur. Namun Bupati Wilatikta tidak setuju dan beliau akhirnya mundur dari jabatannya itu.

Cerita Lain Asal Usul Blora

Cerita lain menyebutkan bahwa nama 'Blora' berasal dari kata 'belo lara' (anak kuda sakit), yaitu seekor anak kuda tunggang yang dihadiahkan oleh Asisten Residen Rembang kepada senopati Ngadi yang telah berhasil memadamkan pemberontakan Naya Gimbal/ Naya Sentika sehingga dia diangkat menjadi bupati karangjati yang semula hanya berupa kawedanan. adapun ceritanya adalah sebagai berikut.

Tersebutlah di Kadipaten Bengir ada pemberontakan yang dipimpin oleh sisa-sisa laskar prajurit Diponegoro yang bernama Naya Sentika, yang oleh karena rambutnya panjang dan tidak terurus (gimbal), maka dia kemudian dikenal dengan sebutan 'Naya Gimbal'. sebagai cucu prajurit pribumi, sebagaimana halnya para leluhurnya dalam jiwa Naya Gimbal sudah tertanam rasa nasionalisme yang tinggi. Dia sangat anti penjajah beserta antek-anteknya, termasuk para bupati maupun wedana yang membantu Belanda.

Naya Gimbal beserta prajuritnya menyerang Kadipaten Bengir yang termasuk dalam afdeling Asisten Resident Rembang, Resident Jepara Rembang. Sebagai pembantu pemerintahan Bengir, adalah tumenggung (wedana) Karangjati bernama 'Ngadi', yang merupakan adik kandung Bupati Bengir. Wedana Ngadi orangnya lumpuh, akan tetapi sangat sekti.

Atas serangan prajurit Naya Gimbal, Kadipaten Bengir merasa kewalahan, bahkan senapati perang Kadipaten Bengir yang bernama Begede Jetis gugur dalam pertempuran terbebut. Pertempuran yang menewaskan senapati Begede Jetis tersebut terjadi di sawah Balung Gembung, sebelah selatan Mlangsen. Oleh para pengikutnya, jenasah Begede Jetis dimakamkan di Desa Jetis.

Untuk memadamkan pemberontakan tersebut, akhirnya Bupati Bengir mendapatkan petunjuk gaib (wangsit), bahwa yang dapat mengalahkan Naya Gimbal adalah adiknya sendiri yang bernama Ngadi. Oleh karena itu, Bupati Bangir lalu memberitahukan hal itu kepada adiknya. Ngadi pun lalu maju ke medan perang dengan cara ditandu.

Wedana Ngadi mempunyai pusaka ampuh berupa tombak dapur 'Godong Andong'. Dengan pengaruh kewibawaan pusakanya tersebut akhirnya dia berhasil menghalau dan mengalahkan prajurit Naya Gimbal. Wedana Ngadi mendapat petunjuk gaib (wangsit) untuk menguburkan jenasah senapati sebelumnya, yaitu Begede Jetis di sebelah utara Jetis, di tempat yang tananhnya tinggi (pojok). Oleh karena makamnya berada di tanah yang tinggi (pojok), akhirnya Begede Jetis juga mendaptkan sebutan 'Suman Pojok'.

Adapun Wedana Ngadi, oleh karena telah berjasa berhasil memadamkan pemberontakan Naya Gimbal, atas ijin Asisten Residen Rembang dia mendapatkan hadiah separoh wilayah Kadipaten bengir sigar semangka (dibagi dua sama rata), bagian selatan, dan selakigus dia diangkat menjadi Bupati. Pada saat pelantikannya sebagai bupati, Ngadi ingin memberi nama kabupatennya, namun belum juga mendapatkan ide. Pada waktu pelantikan tersebut, dari Asisten resident Rembang dia mendapatkan hadiah berupa seekor kuda tunggang (kuda jeti) yang masih muda (belo) tersebut jatuh sakit (lara). Oleh karena itu, Ngadi lalu memberi nama wilayah kabupatennya dengan nama 'Blora', yang merupakan dari kata 'belo lara'.

 Pemerintahan Bupati Ngadi sangat baik. Rakyat merasa nyaman dan tenteram. Singkat cerita, Bupati Ngadi akhirnya meninggal dalam usia lanjut. Sebelum mangkat beliau berpesan agar jika kelak meninggal agar dimakamkan di arah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bengir. Masyarakat Blora menyebut makan Bupati Ngadi dengan sebutan 'Ngadi Purwa', berasal dari kata 'Ngadi', yaitu nama bupati yang dimakamkan dan kata 'purwa' yang berarti 'pemula'. Sebutan tersebut dimaksudkan untuk mengenang Bupati Ngadi sebagai pemula berdirinya Kabupaten Blora.


Comment Policy : Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Add your Comment Hide comment

Disqus Comments