Sejarah Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu adalah sebuah kerajaan besar yang terletak di daerah Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kediri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha.
Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra.
Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
Letak Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Letak Kerajaan Kediri terdapat di Jawa Timur, berada di sebelah selatan sungai Brantas, Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno.
Pusat kerajaanya terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Melalui pelabuhan Canggu, aktivitas perekonomian rakyat sangat lancar sehingga mendatangkan kemakmuran. Daerahnya subur dan aliran sungainya dipakai sebagai sarana transportasi.
Wilayahnya semakin luas setelah Jenggala dapat dikuasai sehingga membuat Kediri sebagai satu-satunya kerajaan di Jawa Timur. Wilayah kekuasaannya, meliputi Kediri, Madiun, dan bagian barat Medang Kamulan.
Sumber Sejarah Kerajaan Kediri
Berdasarkan prasasti yang ditinggalkan:
Prasasti Sirah Keting (1104 M)
Prasasti ini ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa kuno dimana memuat tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
Prasasti di Tulungagung dan Kertosono (117-1130 M)
Kedua prasasti tersebut berisi masalah keagamaan, dan diperkirakan berasal dari raja Bameswara.
Prasasti Ngantang (1135 M)
Prasasti ini ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa kuno dimana menyebutkan Raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
Prasasti Jaring (1181 M)
Prasasti ini sama dengan prasasti yang lain dan dibuat oleh Raja Gandra yang memuat sejumlah nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Finada. Dengan demikian memunculkan birokrasi kerajaan.
Prasasti Kamulan (1194 M)
Prasasti ini memuat peristiwa pada masa pemerintahan Kertajaya, dimana Kediri berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana di Katang-katang.
Berdasarkan Berita asing :
1. Buku Chu Fan Chi (1220 M)
Buku Chu Fan Chi merupakan karya Chou Ju Kua yang berisi kehidupan politik,ekonomi, sosial dan budaya masyarakat kerajaan Kediri. Misal :
- Rakyat kediri mempunyai tempat tinggal yang baik
- Hukuman à hukum denda & hukum mati
- Kalau sakit à cukup memuja dewa
- Pakaian rapi
- Raja à dikawal pasukan berkuda & pasukan gajah/ kereta.
2. Buku Ling wai tai ta
Kitab ini disusun oleh Chou Ku Fei tahun 1178 M yang memuat gambaran tentang keadaan pemerintahan dan keadaan di istana atau benteng pada jaman kerajaan Kediri.
Silsilah Kerajaan Kediri
Adapun raja-raja yang berkuasa pada masa itu yang diantaranya yaitu:
a. AIRLANGGA
Airlangga (Bali, 990 – Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan.
Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadiKerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
b. SAMARAWIJAYA (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga.Ia merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti berlangsung berapa lama masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja Samarawijaya memulai pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh Airlangga, yaitu sekitar tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang tertulis di Prasasti Pamwatan.
c. JAYASWARA (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri adalah Sri Jayawarsa, yang disebut dalam Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum dipastikan bahwa ia pengganti langsung Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan Raja yang sangat giat memajukan sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra Prabu (Raja Sastra). Pada masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
d. BAMESWARA (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri adalah Sri Bameswara yang disebut dalam Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117), Prasasti Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130).
e. JAYABHAYA (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan Kediri adalah Sri Jayabhaya yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).Jayabhaya merupakan Raja yang menjadi kenangan bagi rakyatnya, karena pada masa pemerintahnnya Kerajaan Kediri berhasil menaklukan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai puncak kejayaan Kerajaan Kediri.
Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur dengan ramalannya.Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul Jongko Joyoboyo.Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak tanggung–tanggung.Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang. Inilah yang terjadi pada masa Raja Jayabhaya :
- Gelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya.
- Terjadi peperangan diduga peperangan kediri dengan Jenggala yang memperebutkan wilayah kekuasaan.
- (P. Ngantang 1135 M ). Perang ini dikisahkan dalam kitab Barathayudha yang ditulis oleh empu Sedah dan Panuluh.
- Muncul buku Hariwangsa dan Gatotkacasraya karangan empu Panuluh.Lambang kerajaan Narashingha.
f. SARWESWARA (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri adalah Sri Sarweswara yang disebutkan dalam Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, Prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip Tat Wam Asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma.Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
g. ARYESWARA (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri adalah Sri Aryeswara yang disebutkan dalam Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti Angin Tahun (1171). Raja ini mengganti lambang kerajaan dengan Ganesha.
h. SRI GANDHRA (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri adalah Sri Gandhra yang disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181), masa pemerintahannya selama kurang lebih satu tahun.
Memiliki Angkatan Laut yang kuat, yang ditunjukan melalui gelar Senopati Sarwojala yang artinya Senopati yang menguasai seluruh lautan. Pada waktu itu Sriwijaya sudah lemah maka sriwijaya terpaksa mengakui kekuasaan Kediri di lautan Nusantara bagian Timur.
i. KAMESWARA (1182-1194)
Raja kedelapan Kerajaan Kediri adalah Sri Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin Smaradhana.Dalam Kakawin dikisahkan tentang perkawinan antara Kameswara dengan Putri Jenggala.
Muncul sastra terkenal yaitu :
- Wertasancaya dan Lubdaka karangan empu Tanakung.
- Smaradhahana karya Empu Darmaji.
Isinya : sepasang suami istri Smara dan Rati, yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati mati terbakar oleh api/ Dahana. Smara dan rati dihidupkan lagi menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya
j. KERTAJAYA (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya yang disebut dalam Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Wates Kulon (1205), dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton.
Dalam Kakawin dikisahkan tentang perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja Kertajaya. Raja ini memiliki gelar “ Sri Maharaja Sri Sarweswara TriwikramawatarananinditaSrengga Digjayattunggadewanama”.
Masa ini Kediri runtuh karena ditaklukan oleh Ken Arok, karena Kediri tidak mau mengakui Ken Arok sebagai bupati di Tumapel. Pertempuran terjadi di Ganter / Malang 1222.
- Dalam pemerintahan, raja dibantu 4 orang menteri
- Rakryan kanuruhan,
- Rakryan mahamantri i halu,
- Rakryan mahamantri i rangga.
- Rakryan mapatih.
- Wilayah kekuasaan dibagi ke dalam unit pemerintahan
- Desa/ Wanua/ Thani, tingkat yang terkecil.
- wisaya, gabungan beberapa desa.
- Bhumi, negara atau kerajaan.
JAYAKATWANG (1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan setahun akibat serangan menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.
Dari Raja-Raja di atas, dapat diperoleh informasi, bahwa:
- Pendiri Kerajaan Kediri adalah Airlangga, dengan Raja Pertamanya adalah Samarawijaya.
- Raja terkenal di Kerajaan Kediri adalah Jayabhaya.
- Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya, namun berhasil dibangun kembali oleh Jayakatwang meskipun hanya bertahan satu tahun saja. Jadi bisa dikatakan juga bahwa raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Jayakatwang.
Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Raja pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu berselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.
Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka tahun 1135.
Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa.
Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu, untuk menunjukkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya membuat kebijakan yang tidak populer dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini menyebabkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok.
Melihat kejadian ini Kertajaya memutuskan untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan.
Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu Sriwijaya daan Ligor.
Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.
Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Kediri
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :
- Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
- Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah).
- Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.
Kehidupan Agama Kerajaan Kediri
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar belakang agama Hindu Syiwa.
Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, karena merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas sampai hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Dan selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei yang pada tahun 1178 M yang berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Sri Jayabaya. Dan selai itu juga bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri pun cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
Runtuhnya Masa Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahaan Raja Kertajaya, yang dimana terjadi pertentangan antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar agama dengan memaksakan mereka menyembah kepadanya sebagai dewa. Kaum Brahmana meminta pertolongan kepada Ken Arok, pemimpin daerah Tumapel yang ingin memisajkan diri dari Kediri. Kemudian terjadilah perang antara rakyat Tumapel yang dipimpin Ken Arok dengan Kerajaan Kediri.
Yang akhirnya pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan Kerajaan Kediri menjadi wilayah bawahan Tumapel atau Singhasari. Sebagai pemimpin di Kerajaan Singhasari, Ken Arok mengangkat Jayasabha “putra Kertajaya” sebagai bupati Kediri.
Jayasabha digantikan oleh putranya yang bernama Sastrajaya pada tahun 1258 yang kemudian Sastrajaya digantikan putranya Jayakatwang “1271”. Jayakatwang berusaha ingin membangun kembali Kerajaan Kediri dengan memberontak Kerajaan Singhasari yang dipimpin Keranegara.
Terbunuhlah Raja Kertanegara dan Kediri pun berhasil dibangun oleh Jayakatwang. Namun, kerajaan Kediri tidak berdiri lama, Raden Wijaya “menantu Raja Kertanegara” berhasil meruntuhkan kembali Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang. Setelah itu tidak ada lagi Kerajaan Kediri.
Peninggalan Kerajaan Kediri
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan kerajaan kediri, terdiri atas:
A. Candi Kerajaan Kediri
Berikut ini terdapat peninggalan candi kerajaan kediri, terdiri atas:
1. Candi Penataran
Candi Penataran Salah satu candi peninggalan sejarah kerajaan Kediri yang hingga saat ini dapat kita temukan adalah Penataran. Candi ini letaknya berada di lereng Gunung Kelud bagian Barat Daya, tepatnya di utara Kota Blitar. Candi penataran adalah candi termegah di Jawa Timur. Dari prasasti yang ditemukan di lokasi penggalian candi, diketahui bahwa candi ini dibangun saat masa kepemerintahan Raja Srengga hingga kepemerintahan Raja Wikramawardhana atau sekitar abad ke 12 hingga 14 Masehi.
2. Candi Tondowongso
Candi peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah Candi Tondowongso. Candi ditemukan di Desa Gayam, Kec. Gurah, Kediri-Jawa Timur pada tahun 2007. Berdasarkan gaya dan bentuk arca yang ditemukan di sekitar candi, diketahui bahwa candi ini dibangun pada abad ke 9, tepat pada masa awal perpindahan pusat politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Kendati dianggap sebagai penemuan sejarah terbesar di abad modern, kondisi candi Tondowongso dan kompleks di sekitarnya hingga kini masih memprihatinkan dan belum mendapat perhatian dari pemerintah.
3. Candi Gurah
Selanjutnya adalah Candi Gurah. Candi ini ditemukan di Kec. Gurah, Kediri Jawa Timur. Candi peninggalan Kediri selanjutnya ditemukan di Kecamatan Kediri, Jawa Timur pada tahun 1957. Letak candi Gurah berada persis 2 km dari situs candi Tondowongso. Dari pondasinya, diketahui bahwa candi ini berukuran 9 meter x 9 meter.
4. Candi Mirigambar
Candi Mirigambar adalah candi peninggalan Kerajaan Kediri yang ditemukan di lapangan desa Mirigambar, Kec. Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1214 – 1310 Saka. Strukturnya terbuat dari batu bata merah, seperti halnya kebanyakan candi-candi yang ada di Jawa Timur. Seorang petinggi desa Mirigambar pada 1965 melindungi candi ini dari aksi ikonoklastik sehingga hingga kini candi ini masih dapat kita temukan.
5. Candi Tuban
Candi Tuban Berbeda dengan nasib Candi Mirigambar, candi Tuban kini telah luluh lantah dan hanya tersisa pondasinya saja. Candi yang berjarak 500 meter dari letak Candi Mirigambar ini saat ini telah ditimbun kembali oleh tanah karena sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibangun.
B. Kitab Kerajaan Kediri
Berikut ini terdapat peninggalan kitab kerajaan kediri, terdiri atas:
1. Kitab Arjuna Wiwaha
Penulis : Mpu Kanwa (abad ke-10 M)
Judul : Arjuna Wiwaha
Isi : Kakimpoi ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua.
Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya.
Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
2. Kitab Bharatayudha
Penulis : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (abad ke-12 M)
Judul : Bharatayudha
Isi : Mencerutakan perang saudara 18 hari antara keluarga Pandhawa dan Kurawa. Kitab ini menurut banyak ahli sejarah sebenarnya gambaran Kediri semasa perang saudara Pangjalu dan Daha yang rebutan kekuasaan antara kakak-adik yang terdpat pada prasasti Ngantang. Kisah Kakimpoi Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
3. Kitab Simaradahana
Penulis : Mpu Darmaja
Judul : Simaradahana
Isi : Mengisahkan hilangnya suami istri, Dewa Kama dan Dewi Ratih, karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Kama dan Ratih menjelma menjadi manusia dan mengembara di dunia untuk menggoda manusia. Kitab itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana dianggap sebagai titisan Dewa Kama.
Istri Sri kameswara yang bernama Sri Kirana yang sangat cantik, dianggap sebagai titisan Dewi Ratih. Sri Kirana adalah putri kerajaan Janggala. Sri Kameswara dalamkesusastraan Jawa disebut panji Inu Kertapati atau Panji Kudawanengpati. Sri Kirana yang disebut juga candrakirana merupakan dasar cerita Panji.
4. Kitab Krisnaya
Penulis : MpuTriguna (abad ke-5 M)
Judul : Krisnaya
Isi : Dewi Rukmini, putri prabu Bismaka di negeri Kundina, sudah dijodohkan dengan Suniti, raja negerei Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi Pretukirti lebih suka jika putrinya menikah dengan Kresna. Maka karena hari besar sudah hampir tiba, lalu Suniti dan Jarasanda, pamannya, sama-sama datang di Kundina. Pretukirti dan Rukmini diam-diam memberi tahu Kresna supaya datang secepatnya.
Kemudian Rukmini dan Kresna diam-diam melarikan diri. Mereka dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik Rukmini, beserta para bala tentara mereka. Kresna berhasil membunuh semuanya dan hampir membunuh Rukma namun dicegah oleh Rukmini. Kemudian mereka pergi ke Dwarawati dan melangsungkan pesta pernikahan.
5. Kitab Hariwangsa
Penulis : Mpu Panuluh
Judul : Hariwangsa
Isi : Menceritakan asal-usul Kresna (Krishna), sepupu Pandawa yang menjadi penasehat Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kresna pula yang menyemangati Arjuna yang patah semangat untuk berperang melawan Kurawa karena ia harus berhadapan dan membunuh guru, leluhur, dan sanak-saudaranya sendiri.
6. Kitab Gatutkacasraya
Penulis : Mpu Panuluh
Judu : Gatutkacasraya
Isi : Menceritakan perkawinan Abimayu, putra Arjuna dengan Siti Sundari atas bantuan Gataotkaca, puta Bima.
7. Kitab Mahabrata
Penulis : Resi Wiyasa
Judul : Mahabrata
Isi : Menceritakan pertikaian antara keturunan Raja Bharata dari Hastinapura, yakni Pandawa sebagai pihak kebaikan melawan pihak Kurawa sebagai pihak kebatilan. Pandawa (lima bersaudara) dan Kurawa (seratus bersaudara: 99 laki-laki, 1 wanita) adalah saudara sepupu dari garis ayah.
Peperangan antara mereka dikenal dengan Bharatayudha (Peperangan antara keturunan Bharata), yang berlangsung di lapang Kurusetra dan dimenangkan pihak Pandawa. Meski menang, banyak saudara dan raja pembantu dari Pandawa yang gugur dalam perang.
8. Kitab Lubdaka dan Kitab Warasancaya
Penulis : Mpu Tan Akung (abad ke-11 M)
Judul : Lubdaka dan Warasancaya
Isi : Menceritakan seseorang yang bernama Lubdaka yang dilukiskan sebagai pemburu yang tentu saja gemar membunuh binatang-binatang buruan di hutan. Pada suatu hari, ia tidak dapat binatang buruan, kemudian kemalaman dan dia naik pohon maja. Karena takut terjatuh dan akan menjadi santapan binatang buas (padahal binatangnya tidak ada) ia memetik daun maja dan dijatuhkannya ke tanah.
Maksudnya supaya bisa ia bisa menahan kantuk. Sebagai tanda terima kasih dewa Syiwa kemudian mengijinkan Lubdaka masuk kedalam taman sorga dan dosa-dosanya di ampuni. Cerita ini merupakan saduran dari mitologi India yang bertalian dengan upacara kegamaan Shiwaratri yang pada jaman majapahit sudah
9. Kitab Ling Way Taita
Penulis : Chou Ku Fei (1178 M)
Judul : Ling Way Taita
Isi : Berisi kehidupan tata pemerintahan dan keadaan di istanaatau benteng pada masa kerajaan kediri.
10. Kitab Chu Fang Chi
Penulis : Chau Ju Kua (1225 M)
Judul : Chu Fang Chi
Isi : Menceritakan bahwa Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya yaitu Jawa dan Sriwijaya. Kitab ini juga menceritakan keadaan tanah jajahan dan sifat rakyat kedua negara itu.
Daftar Pustaka:
blogspot.co.id/2014/05/kerajaan-kediri.html
blogspot.co.id/2014/05/kerajaan_kediri30.html
suwandi-sejarah.blogspot.co.id/2010/09/kerajaan-kediri.html
blogspot.co.id/2015/01/kerajaan-kediri.html
Add your Comment Hide comment